PASIEN CERDAS HARUS PROAKTIF
Oleh : Ahmad Soffullah
Pasien harus aktif bertanya kepada dokter jika ada sesuatu yang
mengganjal agar tidak pernah ada dusta antara dokter dan pasien.
Berita seputar kasus Prita Mulyasari menjadi tajuk utama di berbagai
media massa dalam beberapa waktu terakhir. Ibu dua anak itu terseret
dugaan pencemaran nama baik yang dituduhkan sebuah rumah sakit di
kawasan Tangerang, Banten.
Keprihatinan pun kemudian muncul dari berbagai pihak. Tidak
tanggung-tanggung saking simpatinya sejumlah politikus kawakan juga
turut unjuk gigi menjadi pahlawan bagi Prita.
Sebagian besar masyarakat menganggap Prita sosok pasien yang teraniaya.
Kasus Prita mengingatkan kita mengenai peliknya hubungan antara dokter,
rumah sakit dan pasien yang terjadi selama ini.
Menurut Ketua Kompartemen Umum dan Humas Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (PERSI) Robert Imam Soetedja salah satu pangkal permasalahan
yang terjadi dalam hubungan antara dokter, rumah sakit dan pasien selama
ini disebabkan pola komunikasi yang tidak berjalan efektif.
Salah satunya masyarakat hingga kini masih bersifat pasif dan enggan
bertanya kepada dokter untuk mendapatkan informasi seputar kesehatan
pengobatan atau penyakit yang sedang dideritanya. “Padahal itu adalah
haknya. Segala sesuatu selalu dipasrahkan kepada dokter.”
Dilain pihak, dokter semestinya meluangkan waktu untuk memberi
penjelasan kepada pasien. “Tidak ada alas an gara-gara jumlah pasien
bertumpuk, tidak ada waktu untuk memberikan penjelasan kepada pasien
satu per satu,’ kata Robert.
Karena itu, ia menyarankan pasien turut aktif melakukan crosscheck
informasi dan data. Misalnya dengan turut mencatat dan mengawasi setiap
pemberian obat terbaik untuk penyembuhan sang pasien. “Kalau dirasa
berkeberatan soal harga, pasien berhak bertanya apakah ada obat dengan
harga yang terjangkau atau tidak, jangan tinggal diam.” Jika diperlukan,
pasien juga bias memastikan ketersediaan obat generic tersebut di
apotek terdekat.
Sekjen Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) (red: sekarang,
Ketua Umum Terpilih 2012-015) Zaenal Abidin juga mengakui selama ini
komunikasi antara dokter dan pasien seringkali tidak berjalan efektif.
Salah satunya, menurutnya disebabkan sikap pasien yang introvert.
Alhasil, sikap pasif tersebut berpotensi membuhakan konflik.
Apabila terlanjur terjadi konflik antara dokter dan pasien, Zaenal sama
sekali tidak menyarankan penyelesaian lewat jalur hukum. “Karena kalau
sudah masuk jalur hukum tidak akan ada habisnya, baik dokter maupun
pasien jadinya bermusuhan. Sebaiknya kedua pihak memilih jalur mediasi
dan dialog saja,” kata Zaenal.
Harus diakui, masyarakat/pasien saat ini mulai aktif menuntut hak penuh
atas dirinya sendiri. Berbeda dengan prinsip pengobatan masa lalu yang
lebih bersifat pengobatan masa lalu yang lebih bersifat patenalistik.
Artinya, segala sesuatu diserahkan kepada dokter.
Tapi sekarang, sambung Zaenal, pasien berhak mendapatkan informasi
sejelas-jelasnya atas tindakan medis, obat dan penanganan yang dilakukan
terhadap dirinya termasuk berhak menolak pemberian tindakan medis oleh
sang dokter.
Pasien = konsumen ?<
Belum ada kesepahaman di kalangan dokter terkait dengan prinsip
kesetaraan dalam hubungan antara dokter dan pasien. Menurut Zaenal,
dokterlah yang lebih memahami penyakit ketimbang si pasien. Ia juga
menolak seorang pasien diidentikkan dengan konsumen dalam sebuah
transaksi jasa kedokteran kendati pasien memberikan sejumlah materi
sebagai bentuk imbalan jasa.
“Beda dong, kalau konsumen beli the botol Rp.2,000 dia sudah pasti akan
mendapatkan teh botol, tapi kalau pasien berobat ke dokter belum tentu
dia sembuh.” Lagi pula, sambung Zaenal, kalau pasien tidak punya uang
untuk berobat, masa iya dokter memaksa sang pasien untuk membayar.
Berbeda dengan pendapat Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
Tulus Abadi bahwa pasien juga bisa dikategorikan sebagai konsumen yang
hak-haknya dilindungi oleh UU perlindungan konsumen. Agar hak-hak
tersebut tidak terampas, menurutnya seorang pasien harus bersikap cerdas
dan proaktif menggali informasi. “Kalau tidak begitu, bias-bisa pasien
ditelantarkan.”
Sejauh ini hubungan antara pasien dan dokter masih timpang. Belum ada
komunikasi dua arah yang memadai. Pasien masih dianggap orang yang tidak
tahu apa-apa, sedangkan kebanyakan dokter juga masih belum mencerdaskan
pasien.
Tulus juga menggarisbawahi tentang fenomena pemberian obat kepada pasien
yang terjadi selama ini. “Banyak dokter yang langsung memberikan obat
paten, padahal sesuai peraturan seharusnya dia menawarkan obat generic
lebih dulu, di sinilah dibutuhkan pasien yang aktif,” katanya.
Pada kesempatan terpisah, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan
Indonesia (YPKKI) Dr. Marius Widjajarta juga mengamini peenyataan Tulus.
Menurutnya, hak-hak pasien selaku konsumen tertuang dalam UU No.8 Tahun
1999. “Pasien harus bersikap proaktif dan berhak mendapatkan informasi
sejelas-jelasnya agar mendapatkan pelayanan yang baik,” ujar Marius.
(M-4)
asofiullah@mediaindonesia.com
Sumber : Media Indonesia, Minggu, 14 Juni 2009
Friday, July 23, 2010
PASIEN CERDAS HARUS PROAKTIF
Diposkan oleh
azzahra
di
2:55 AM
Label:
Fakta,
Inspirasi dan Motivasi,
Kehidupan,
Kemanusiaan,
Kesehatan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comment:
Post a Comment
Berkomentar berarti berpendapat
Berpendapat berarti berapresiasi
Berapresiasi berarti menghargai