Friday, July 23, 2010

PASIEN CERDAS HARUS PROAKTIF




PASIEN CERDAS HARUS PROAKTIF
Oleh : Ahmad Soffullah


Pasien harus aktif bertanya kepada dokter jika ada sesuatu yang mengganjal agar tidak pernah ada dusta antara dokter dan pasien.

Berita seputar kasus Prita Mulyasari menjadi tajuk utama di berbagai media massa dalam beberapa waktu terakhir. Ibu dua anak itu terseret dugaan pencemaran nama baik yang dituduhkan sebuah rumah sakit di kawasan Tangerang, Banten.

Keprihatinan pun kemudian muncul dari berbagai pihak. Tidak tanggung-tanggung saking simpatinya sejumlah politikus kawakan juga turut unjuk gigi menjadi pahlawan bagi Prita.

Sebagian besar masyarakat menganggap Prita sosok pasien yang teraniaya. Kasus Prita mengingatkan kita mengenai peliknya hubungan antara dokter, rumah sakit dan pasien yang terjadi selama ini.

Menurut Ketua Kompartemen Umum dan Humas Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Robert Imam Soetedja salah satu pangkal permasalahan yang terjadi dalam hubungan antara dokter, rumah sakit dan pasien selama ini disebabkan pola komunikasi yang tidak berjalan efektif.

Salah satunya masyarakat hingga kini masih bersifat pasif dan enggan bertanya kepada dokter untuk mendapatkan informasi seputar kesehatan pengobatan atau penyakit yang sedang dideritanya. “Padahal itu adalah haknya. Segala sesuatu selalu dipasrahkan kepada dokter.”

Dilain pihak, dokter semestinya meluangkan waktu untuk memberi penjelasan kepada pasien. “Tidak ada alas an gara-gara jumlah pasien bertumpuk, tidak ada waktu untuk memberikan penjelasan kepada pasien satu per satu,’ kata Robert.

Karena itu, ia menyarankan pasien turut aktif melakukan crosscheck informasi dan data. Misalnya dengan turut mencatat dan mengawasi setiap pemberian obat terbaik untuk penyembuhan sang pasien. “Kalau dirasa berkeberatan soal harga, pasien berhak bertanya apakah ada obat dengan harga yang terjangkau atau tidak, jangan tinggal diam.” Jika diperlukan, pasien juga bias memastikan ketersediaan obat generic tersebut di apotek terdekat.

Sekjen Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) (red: sekarang, Ketua Umum Terpilih 2012-015) Zaenal Abidin juga mengakui selama ini komunikasi antara dokter dan pasien seringkali tidak berjalan efektif. Salah satunya, menurutnya disebabkan sikap pasien yang introvert. Alhasil, sikap pasif tersebut berpotensi membuhakan konflik.

Apabila terlanjur terjadi konflik antara dokter dan pasien, Zaenal sama sekali tidak menyarankan penyelesaian lewat jalur hukum. “Karena kalau sudah masuk jalur hukum tidak akan ada habisnya, baik dokter maupun pasien jadinya bermusuhan. Sebaiknya kedua pihak memilih jalur mediasi dan dialog saja,” kata Zaenal.

Harus diakui, masyarakat/pasien saat ini mulai aktif menuntut hak penuh atas dirinya sendiri. Berbeda dengan prinsip pengobatan masa lalu yang lebih bersifat pengobatan masa lalu yang lebih bersifat patenalistik. Artinya, segala sesuatu diserahkan kepada dokter.

Tapi sekarang, sambung Zaenal, pasien berhak mendapatkan informasi sejelas-jelasnya atas tindakan medis, obat dan penanganan yang dilakukan terhadap dirinya termasuk berhak menolak pemberian tindakan medis oleh sang dokter.

Pasien = konsumen ?<
Belum ada kesepahaman di kalangan dokter terkait dengan prinsip kesetaraan dalam hubungan antara dokter dan pasien. Menurut Zaenal, dokterlah yang lebih memahami penyakit ketimbang si pasien. Ia juga menolak seorang pasien diidentikkan dengan konsumen dalam sebuah transaksi jasa kedokteran kendati pasien memberikan sejumlah materi sebagai bentuk imbalan jasa.

“Beda dong, kalau konsumen beli the botol Rp.2,000 dia sudah pasti akan mendapatkan teh botol, tapi kalau pasien berobat ke dokter belum tentu dia sembuh.” Lagi pula, sambung Zaenal, kalau pasien tidak punya uang untuk berobat, masa iya dokter memaksa sang pasien untuk membayar.

Berbeda dengan pendapat Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi bahwa pasien juga bisa dikategorikan sebagai konsumen yang hak-haknya dilindungi oleh UU perlindungan konsumen. Agar hak-hak tersebut tidak terampas, menurutnya seorang pasien harus bersikap cerdas dan proaktif menggali informasi. “Kalau tidak begitu, bias-bisa pasien ditelantarkan.”

Sejauh ini hubungan antara pasien dan dokter masih timpang. Belum ada komunikasi dua arah yang memadai. Pasien masih dianggap orang yang tidak tahu apa-apa, sedangkan kebanyakan dokter juga masih belum mencerdaskan pasien.

Tulus juga menggarisbawahi tentang fenomena pemberian obat kepada pasien yang terjadi selama ini. “Banyak dokter yang langsung memberikan obat paten, padahal sesuai peraturan seharusnya dia menawarkan obat generic lebih dulu, di sinilah dibutuhkan pasien yang aktif,” katanya.

Pada kesempatan terpisah, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Dr. Marius Widjajarta juga mengamini peenyataan Tulus. Menurutnya, hak-hak pasien selaku konsumen tertuang dalam UU No.8 Tahun 1999. “Pasien harus bersikap proaktif dan berhak mendapatkan informasi sejelas-jelasnya agar mendapatkan pelayanan yang baik,” ujar Marius. (M-4) asofiullah@mediaindonesia.com

Sumber : Media Indonesia, Minggu, 14 Juni 2009

0 comment:

Post a Comment

Berkomentar berarti berpendapat
Berpendapat berarti berapresiasi
Berapresiasi berarti menghargai