***
Terimakasih telah membaca bagian kedua :)
Bagi yang belum baca bagian pertama dan kedua, baca ya!
***
Bagaimana Melihat Kebaikan dalam Segala Hal yang Terjadi
Menyadari bahwa Allahlah yang Telah Menakdirkan Semua Hal dalam Setiap Detailnya
Kebanyakan orang merasa senang saat segala sesuatu terjadi sesuai dengan
keinginannya. Akan tetapi, orang beriman tidak boleh cenderung kepada
perasaan seperti itu. Di dalam Al-Qur`an, Allah memberikan kabar gembira
bahwa Dia telah menentukan setiap peristiwa demi kebaikan hamba-Nya dan
hal tersebut tidaklah menimbulkan rasa sedih ataupun masalah bagi
mereka yang benar-benar beriman.
Seseorang yang menyadari kebenaran ini di dalam hatinya akan merasa
senang terhadap apa yang dihadapinya dan ia melihat karunia yang
tersimpan di balik apa yang terjadi.
Banyak orang bahkan tidak ingin repot-repot berpikir bagaimana dan
mengapa mereka ada di dunia ini. Walaupun kata hati akan menuntun mereka
untuk menyadari bahwa keajaiban dunia dan penataannya yang sempurna ini
memiliki pencipta, cinta yang luar biasa banyaknya yang dirasakan di
dunia ini, keengganan mereka untuk melihat kebenaran, membawa mereka
pada pengingkaran terhadap realitas keberadaan Allah. Mereka mengabaikan
fakta bahwa setiap kejadian dalam hidupnya ditentukan sesuai dengan
rencana dan tujuan tertentu; mereka malah menghubungkannya dengan ide
yang sungguh-sungguh salah, yakni hanya sebatas kebetulan atau
keberuntungan. Bagaimanapun juga, ini hanyalah sebuah pandangan yang
menghalangi seseorang untuk melihat kebaikan dalam peristiwa-peristiwa
yang terjadi dan kemudian menarik pelajaran dari peristiwa tersebut.
Ada pula mereka yang sadar akan eksistensi Allah dan mengerti bahwa
Dialah yang telah menciptakan seluruh alam. Mereka mengakui fakta bahwa
Allahlah yang menurunkan hujan dan meninggikan matahari. Mereka
menyadari bahwa tidak mungkin ada zat lain yang melakukan semua itu.
Saat terjadi peristiwa dalam jenak kehidupan mereka—detail kecil yang
membentuk bagian kesibukan sehari-hari—mereka tidak dapat berpikir bahwa
mereka terlepas dari Allah. Meskipun demikian, Allahlah yang
menakdirkan seorang pencuri memasuki rumah di malam hari, sebuah
rintangan yang menyebabkan seseorang terjatuh, sebuah lahan subur untuk
ditanami atau dibiarkan gersang, jual beli yang menguntungkan, bahkan
panci yang gosong sekalipun. Setiap peristiwa terjadi dengan
kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas untuk menyelesaikan rencana-Nya yang
agung. Sepercik lumpur yang mengotori celana kita, bocornya ban mobil,
jerawat yang muncul, penyakit, atau kejadian yang tidak diharapkan
lainnya. Semuanya terbentuk dalam kehidupan seseorang sesuai dengan
rencana tertentu.
Sejak seseorang membuka matanya, tak ada satu pun yang dialaminya di
dunia ini terjadi dengan sendirinya dan terlepas dari Allah. Segala yang
ada secara keseluruhan diciptakan oleh Allah, satu-satunya zat yang
memegang kendali alam semesta. Ciptaan Allah bersifat sempurna, tanpa
cacat, dan sarat dengan tujuan. Ini adalah takdir yang diciptakan oleh
Allah. Seseorang tidak boleh mengotak-ngotakkan peristiwa yang terjadi
dengan menamai kebaikan pada sebuah peristiwa dan kejahatan pada
peristiwa yang lain. Apa yang menjadi kewajiban seseorang adalah
menyadari dan menghargai kesempurnaan dalam setiap peristiwa. Kita harus
percaya bahwa ada kebaikan dalam setiap ketetapan-Nya serta tetap
menyadari kenyataan bahwa kebijaksanaan Allah yang tak terbatas ini
telah direncanakan untuk sebuah hasil akhir yang paling sempurna. Bahkan
mereka yang percaya dan mencari kebaikan dalam segala peristiwa yang
menimpa mereka, baik di dunia ini maupun akhirat nanti, mereka akan
menjadi bagian dari kebaikan yang abadi.
Hampir di setiap halaman Al-Qur`an, Allah meminta kita untuk
memerhatikan hal tersebut. Inilah sebabnya mengapa ketidakmampuan dalam
mengingat bahwa segalanya berjalan sesuai dengan takdir itu menjadi
sebuah kegagalan yang mengerikan bagi seorang mukmin. Takdir yang
dituliskan oleh Allah begitu unik dan dilewati oleh seseorang
benar-benar sesuai dengan apa yang telah Allah tetapkan. Orang awam
menganggap kepercayaan akan takdir semata-mata hanya merupakan cara
untuk “menghibur diri” di saat tertimpa kemalangan. Sebaliknya, seorang
mukmin memiliki pemahaman yang benar akan takdir. Ia sepenuhnya
menganggap bahwa takdir adalah sebuah rencana Allah yang sempurna yang
telah dirancang khusus untuk dirinya.
Takdir adalah rencana tanpa cacat yang dibuat untuk mempersiapkan
seseorang untuk sebuah kenikmatan surga. Takdir penuh dengan keberkahan
dan maksud Ilahiah. Setiap kesulitan yang dihadapi seorang mukmin di
dunia ini akan menjadi sumber kebahagiaan, kesenangan, dan kedamaian
yang tak terbatas di kemudian hari.
فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا
“Sesungguhnya, setelah kesulitan itu ada kemudahan.” (al-Insyirah: 5)
Ayat ini menarik kita pada kenyataan bahwa di dalam takdir seseorang,
kesabaran dan semangat yang ditunjukkan oleh seorang mukmin, telah
dituliskan sebelumnya bersama-sama dengan balasannya masing-masing di
akhirat.
Sekali waktu mungkin terjadi dalam jenak kehidupan, seorang mukmin
menjadi marah atau khawatir akan terjadinya hal-hal tertentu. Penyebab
utama dari kemarahan yang ia rasakan adalah karena ia lupa bahwa semua
itu merupakan bagian dari takdirnya dan bahwa takdirnya itu telah
diciptakan oleh Allah hanya untuk dirinya sendiri. Walaupun demikian, ia
akan merasa nyaman dan tenang ketika ia diingatkan akan tujuan ciptaan
Allah.
Karena itulah, seorang mukmin harus belajar untuk terus mengingat bahwa
segalanya telah ditetapkan sebelumnya. Ia harus mengingatkan orang lain
akan hal ini. Ia harus bersabar saat menghadapi peristiwa-peristiwa yang
Allah telah takdirkan untuknya dengan memberikan rasa percayanya kepada
Allah dalam jarak waktu yang tak terbatas. Tak lupa, ia harus berusaha
menemukan alasan-alasan di balik semua peristiwa tersebut. Jika ia
berusaha memahami alasan-alasan ini, dengan seizin Allah, ia akhirnya
akan berhasil. Bahkan walaupun ia tidak selalu berhasil menemukan maksud
di baliknya, ia masih tetap yakin bahwa ketika sesuatu terjadi,
pastilah semua itu demi kebaikan dan maksud tertentu.
Memahami sepenuhnya bahwa setiap makhluk, hidup ataupun tidak, diciptakan dalam kepatuhannya pada takdir.
Takdir adalah pengetahuan sempurna Allah atas semua peristiwa di masa
lalu dan masa depan, laksana satu waktu saja. Ini menunjukkan kekuasaan
mutlak Allah atas semua makhluk dan semua peristiwa. Manusia bisa saja
berhati-hati agar tidak mengalami suatu peristiwa yang buruk, tetapi
Allah mengetahui semua peristiwa sebelum hal itu terjadi. Bagi Allah,
masa lalu dan masa depan adalah satu. Semua itu sama-sama berada dalam
pengetahuan Allah karena Dialah yang menciptakannya.
إِنَّا كُلَّ شَىۡءٍ خَلَقۡنَـٰهُ بِقَدَرٍ۬
“Sesungguhnya, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (al-Qamar: 49)
Ayat tersebut menyatakan bahwa segala yang ada di dunia adalah bagian
dari takdir. Kebanyakan orang tidak sempat memikirkan takdir. Karena
itu, mereka gagal menyadari bahwa hanya kekuatan Allah yang tak
terbataslah yang akan eksis di balik keteraturan yang sempurna ini.
Sebagian orang menganggap bahwa takdir hanya berlaku pada manusia.
Kenyataannya, semua yang ada di alam semesta, mulai dari furnitur di
rumah Anda sampai sebuah batu di jalan, rumput kering, buah, atau selai
di rak supermarket, semua itu adalah bagian dari takdir yang telah
ditetapkan sebelumnya oleh Allah. Takdir semua benda dan makhluk yang
diciptakan telah ditentukan dalam kebijaksanaan Allah yang tak
terhingga.
Setiap peristiwa yang dilihat seseorang, setiap suara yang didengarnya,
merupakan bagian hidup yang telah diciptakan untuknya sebagai sebuah
kesatuan. Tak ada bunga yang mekar dan layu dengan kebetulan. Tak ada
manusia yang lahir dan mati secara kebetulan. Tak ada manusia yang sakit
tanpa sengaja dan tidaklah penyakitnya itu bertambah tanpa ada yang
mengendalikan. Dalam setiap kejadian, peristiwa ini khusus ditakdirkan
oleh Allah sejak saat pertama kita diciptakan. Apa pun yang ada di muka
bumi, di dalam lautan, atau jatuhnya sehelai daun, semua terjadi dalam
rangka memenuhi takdir. Sebagaimana dinyatakan,
وَعِندَهُ ۥ مَفَاتِحُ ٱلۡغَيۡبِ لَا يَعۡلَمُهَآ إِلَّا هُوَۚ
وَيَعۡلَمُ مَا فِى ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِۚ وَمَا تَسۡقُطُ مِن وَرَقَةٍ
إِلَّا يَعۡلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ۬ فِى ظُلُمَـٰتِ ٱلۡأَرۡضِ وَلَا رَطۡبٍ۬
وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِى كِتَـٰبٍ۬ مُّبِينٍ۬
“Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di
daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan
Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam
kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (al-An’aam: 59)
Rasulullah Muhammad saw. pun bersabda bahwa tindakan setiap orang telah ditakdirkan oleh Allah,
“Allah Yang Mahaagung dan Mahamulia telah menetapkan bagi setiap
hamba di antara ciptaan-Nya empat hal: kematiannya, tindakannya, tempat
tinggal dan tempat ia berpindah, serta makanannya.” (HR Tirmidzi)
Akan tetapi, biasanya manusia tidak sadar akan kenyataan bahwa setiap
detik waktu mereka telah ditakdirkan oleh Allah. Sebagian mereka tidak
pernah menyadari bagaimana mereka diciptakan atau bagaimana mereka
mendapatkan karunia yang mereka nikmati. Sebagian lainnya menganggap
bahwa semua itu hanyalah kebetulan yang tak berarti, walaupun mereka
mengetahui bahwa Allahlah yang menciptakan kehidupan dan kematian. Di
dalam Al-Qur`an, Allah menyatakan kepada kita bahwa hal-hal kecil pun
telah ditakdirkan oleh kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas dan semua itu
berkaitan dengan tujuan-tujuan Ilahiah.
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ۬ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا
فِى ڪِتَـٰبٍ۬ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآۚ إِنَّ ذَٲلِكَ عَلَى
ٱللَّهِ يَسِيرٌ۬
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya, yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah.” (al-Hadiid: 22)
Setiap manusia harus memahami kenyataan ini. Hal ini karena takdir bagi
segala sesuatu di alam semesta telah diketahui oleh Allah Yang Maha
Mengetahui dan Mahabijaksana. Karena itu, setiap hal kecil telah
direncanakan oleh Allah dengan sempurna dan memiliki tujuan-tujuan
tertentu. Segalanya dibuat dengan teratur sebagaimana dinyatakan oleh
Nabi Muhammad saw.. Orang yang memiliki kesadaran penuh akan kenyataan
takdir akan mendapatkan manfaat—dengan perasaan gembiranya—akan setiap
jenak waktu dalam kehidupannya, yaitu saat-saat yang baik dan saat-saat
yang terlihat buruk. Alasan mengapa hamba-Nya berhasil menyadari hal itu
adalah karena Allah telah menciptakan takdir mereka tanpa cacat. Mereka
akan mengetahui bahwa menganggap sesuatu sebagai sebuah kemalangan
adalah suatu kebodohan. Ini karena sesuatu yang dianggap kemalangan itu
memiliki maksud-maksud tertentu dari Allah. Pemahaman yang mendalam
tentang takdir membuat mereka mampu melihat keberkahan yang terkandung
dalam segala hal.
Menganggap bahwa apa yang terjadi bukanlah karena Allah melainkan karena
seseorang atau sesuatu, berarti kita tidak mampu memahami takdir.
Segala sesuatu yang kita anggap seharusnya tidak terjadi demikian, pada
hakikatnya merupakan “pelajaran takdir”. Manusia harus sepenuh hati
menanamkan dalam dirinya bahwa ada kebaikan dan maksud-maksud Ilahiah
dalam setiap kejadian. Orang cenderung menganggap peristiwa yang tidak
menyenangkan sebagai sebuah “kemalangan”. Bagaimanapun juga, tetap ada
kebaikan dan maksud-maksud tertentu dalam apa yang acapkali dianggap
sebagai sebuah “kemalangan”. Kejadian tersebut dianggap sebagai
“kemalangan” karena kita menilainya demikian. Pada kenyataannya, hal itu
adalah sebuah kemungkinan yang lebih baik karena ia adalah sesuatu yang
telah ditetapkan sebelumnya oleh Allah.
Jika Allah telah menunjukkan kebaikan dan maksud sebuah kejadian yang
merugikan, atau sebuah kesulitan yang menekan dan membuat kita gusar,
kita akan mengerti betapa tidak berartinya kekecewaan kita. Dengan
mengenali berkah dalam segala hal, seorang mukmin akan merasakan
kesenangan, bukan tekanan. Karena itulah, kewajibannyalah untuk mencari
dan mengidentifikasi kebaikan dan manfaat takdir yang terjadi, yakni
bahwa dalam peristiwa yang terjadi tersimpan maksud Allah. Ia akan
merasa senang dan menghargai manfaat mengetahui takdir.
Mengetahui bahwa Ada Keburukan dalam Peristiwa yang Tampaknya Baik dan Ada Kebaikan dalam Peristiwa yang Tampaknya Buruk
Dalam catatan sebelum ini, kita diyakinkan bahwa Allah Yang
Mahabijaksana menciptakan setiap peristiwa dalam rangka menyempurnakan
sebuah rencana. Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa hanya Allahlah yang
mengetahui peristiwa-peristiwa yang baik dan yang buruk. Ini disebabkan
kebijaksanaan Allah tidaklah terbatas, sedangkan pengetahuan manusia
terbatas. Manusia hanya bisa melihat tampilan luar suatu peristiwa dan
hanya mampu bersandar pada penglihatan yang terbatas dalam menilainya.
Informasi dan pemahaman mereka yang tidak mencukupi—dalam beberapa
kasus—dapat membuat mereka tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik
untuknya, dan mereka bisa saja mencintai sesuatu, padahal itu merupakan
sebuah keburukan. Untuk dapat melihat kebaikan itu, seorang mukmin harus
menyerahkan rasa percayanya kepada kebijaksanaan Allah yang tak
terbatas dan percaya bahwa ada kebaikan dalam segala hal yang terjadi.
Allah berfirman,
كُتِبَ عَلَيۡڪُمُ ٱلۡقِتَالُ وَهُوَ كُرۡهٌ۬ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن
تَكۡرَهُواْ شَيۡـًٔ۬ا وَهُوَ خَيۡرٌ۬ لَّڪُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ
شَيۡـًٔ۬ا وَهُوَ شَرٌّ۬ لَّكُمۡۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا
تَعۡلَمُونَ
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu
yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(al-Baqarah: 216)
Di sinilah, Allah mengatakan kepada kita bahwa suatu peristiwa yang
dianggap baik oleh seseorang dapat mengakibatkan kekecewaan, baik di
dunia ini maupun di akhirat. Begitu juga sesuatu yang ingin benar-benar
dihindarkan—karena diyakini merugikan—mungkin dapat menyebabkan
kebahagiaan dan kedamaian baginya. Nilai hakiki peristiwa apa pun adalah
pengetahuan mutlak Allah. Segala hal, apakah rupa yang buruk ataukah
rupawan, ada sesuai kehendak Allah. Kita hanya menjalani apa yang Allah
inginkan untuk kita. Allah mengingatkan kita tentang hal ini,
وَإِن يَمۡسَسۡكَ ٱللَّهُ بِضُرٍّ۬ فَلَا ڪَاشِفَ لَهُ ۥۤ إِلَّا هُوَۖ
وَإِن يُرِدۡكَ بِخَيۡرٍ۬ فَلَا رَآدَّ لِفَضۡلِهِۦۚ يُصِيبُ بِهِۦ مَن
يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦۚ وَهُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada
yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki
kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia
memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara
hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Yunus: 107)
Maka dari itu, apa pun yang kita alami dalam kehidupan ini, apakah itu
terlihat baik ataupun buruk, semuanya adalah baik karena hal itu
merupakan sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah untuk kita. Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, zat yang menetapkan akibat suatu
peristiwa bukanlah seorang manusia yang terbatas oleh ruang dan waktu,
melainkan Allah, Zat yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, Yang
menciptakan manusia, juga ruang dan waktu.
***
Baca bagian keempat ya! :)
***
Referensi:
Harun Yahya-Melihat Kebaikan di Segala Hal
Wednesday, July 28, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comment:
Post a Comment
Berkomentar berarti berpendapat
Berpendapat berarti berapresiasi
Berapresiasi berarti menghargai